Bicara soal pesek, sepertinya banyak orang yang akan tersinggung. Kalau mau jujur, pesek itu keren, sumpah. Ya, saya tidak mengada-ada. Jangan bayangkan pesek hanya persoalan hidung yang mundur ke belakang karena gravitasi, atau ciut karena cuaca. Pesek itu lebih keren daripada mancung. Tidak percaya? 

Lihat saja kucing anggora, sudah pesek, mahal pula harganya. Lah, membandingkan manusia dengan kucing nyambung di mananya? Baiklah, sebelum terlalu jauh, saya ingin mengulas sedikit banyak tentang kerennya pesek ini. 

Semoga tulisan itu dapat menggairahkan kehidupan manusia-manusia pesek yang mungkin seperti sebagian orang yang membaca tulisan ini. Saya berharap, ulasan berikut dapat memberi semangat kepada setiap manusia pesek, atau mungkin manusia-manusia yang sering dikerdilkan karena berkekurangan dalam hal penampilan lahiriah.

Sejak kecil, lingkungan membentuk persepsi kita bahwa orang pesek itu jelek, tidak menarik, kurang disukai, tetapi juga lucu. Sementara yang memiliki hidung mancung selalu dianggap lebih keren, tampan, cantik, dan gelar-gelar keren serupa. Padahal, tidak ada aturan baku mengapa hal tersebut bisa mewujud menjadi hukum sosial. Yang pesek kalau ditonjok tidak akan patah hidungnya. Nah, yang mancung?

Melalui tulisan ini, sejatinya saya ingin mengangkat harga diri orang-orang yang dimarginalkan hanya karena persoalan kurang menarik dari segi penampilan, baik yang berkaitan dengan pesek, cebol, kurus, pincang, ataupun yang penyakitan. Pertanyaan yang paling sederhana, adakah orang yang mau dilahirkan dalam keadaan tidak menarik? Ini pertanyaan retoris yang tidak perlu dijawab.

Yang wajib dipahami adalah, bahwa kehidupan manusia saat lahir berkaitan besar dengan kehendak Allah. Ada yang berspekulasi bahwa sebagian hasil kelahiran anak dipengaruhi oleh sifat dan karakter orang tuanya. Entahlah. Saya tidak punya argumentasi mengenai hal tersebut. Manusia lahir karena ditakdirkan, dan mati pun karena ditakdirkan. Jadi, baik pesek ataupun mancung, tidak ada bedanya. Yang beda itu hanya persoalan takwa, takwa di dalam hati dan implementasinya dalam perbuatan. Nah, begitulah yang kita pelajari dalam syariat Islam.

Polemik yang paling mendasar, mengapa orang-orang yang berkekurangan selalu menjadi bahan ejekan? Padahal, baik buruknya seseorang bukan ditinjau dari tampilan fisik saja, bukan? Sebenarnya hal ini hanya persoalan iman. Kalau iman kita sehat, akhlak di lisan, mata, dan tindakan juga sehat. Kalau iman kita lesuh, lisan menjadi tajam, tatapan mata tidak terkendali, tindakan pun bisa jadi biadab.

Renungkan kisah Julaibib, seorang lelaki hitam yang sangat tidak menarik, miskin papa pula, tak seorang pun yang mau menikahkan anak perempuannya dengan Julaibib karena dia tidak memiliki apa-apa, rupa wajahnya pun tidak setampan para model. Namun, dibalik kekurangan itu, Julaibib memiliki tempat di hati Rasulullah. Rasulullah begitu mencintainya sebagai seorang hamba Allah dan sebagai sahabat beliau. Apakah Anda juga sudah dicintai oleh Rasulullah? Ini patut kita renungkan.

Kisah Abdullah Ibnu Mas’ud pun tidak kalah menarik. Apakah Ibnu Mas’ud termasuk kategori sahabat Rasulullah yang tampan, gagah, menarik? Tidak. Sebagian orang menertawakan dan mengejeknya karena tampilan fisiknya. Betisnya kecil yang membuatnya diejek. Rasulullah kemudian memberikan pembelaannya kepada Ibnu Mas’ud. Ketika Ibnu Mas’ud ditertawakan oleh sekelompok orang, Rasulullah mengingkarinya dengan bersabda, “Mengapa kalian tertawa? Sungguh Kaki Abdullah (Ibnu Mas’ud) lebih berat timbangannya di Mizan daripada Gunung Uhud.” Subhanallah. 

Apakah fisik yang kita miliki; tangan, kaki, lisan, bahkan mungkin amalan kita ada bandingannya dengan nilai kaki Ibnu Mas’ud?

Bagaimana dengan pesek? Sudahlah, pesek atau mancung, keduanya baik selama kita beriman kepada Allah dan Rasulullah. Segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia memang merupakan ujian. Adakah kita termasuk orang yang mensyukuri atau orang yang mengufuri? Tidak ada sejarah bahwa orang mulia selalu diukur dari tampilan fisiknya. Adakalanya, imanlah yang menempati posisi nomor wahid dalam memuliakan seseorang, dan begitulah semestinya sebab Allah tidak menerima apapun dari seseorang melainkan karena keimanannya.

Semoga ulasan singkat ini memberikan penyadaran kepada kita bahwa mencela seseorang hanya karena tampilan fisiknya tidaklah beradab, dan bukan termasuk akhlak yang baik.

Pesek itu keren asalkan kita menunaikan hak-hak Allah, sebaliknya mancung itu tidak kerena kalau suka mencela orang-orang pesek meskipun mereka mengaku sebagai orang beriman. Mengapa? Ya, karena orang beriman itu memperlakukan saudaranya dengan baik, tidak mencelanya, dan menjaga kehormatannya.
Semoga bermanfaat.
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!