Bicara soal kumis berarti bicara tentang perempuan. Eh, maksud saya laki-laki. Katanya, laki-laki berkumis idaman banyak lady, hehehe. Kumis menandakan kejantanan seorang laki-laki bukan kebetinaan. Kalau ada perempuan memakai kumis, wah patut dicurigai. Katanya, laki-laki berkumis itu pastilah ganteng, idaman perempuan. Oh, tunggu dulu. Berkumis tapi tidak terawat juga berantakan, bukan?

Jangan salah, kumis tidak hanya dimiliki oleh para laki-laki namun juga ada pada kucing. Bagaimana penampilan kucing tanpa kumis ya? Kucing, baik jantan atau betina, semua berkumis. Bahkan sejak lahir, kumisnya sudah tumbuh. Jadi, yang gantung bukan hanya laki-laki, hehehe.

Perhatian, tulisan ini tidak sepenuhnya mendukung orang-orang berkumis disebut ganteng mutlak, sebab banyak juga yang tidak berkumis tampil ganteng kok. Masalahnya, sudah kumis tidak tumbuh, ya jangan dipaksa-paksakan, hehehe. Kumiiiis, kumiiiis.

Dalam hidup, orang berkumis panjang digelari kumis terpanjang. Sebut saja Ram Singh Chauhan, seorang pria asal Jaipur, India yang oleh Guinnes World Record dinobatkan sebagai orang yang memiliki kumis terpanjang di dunia. Panjang kumisnya hingga 4,2 meter yang dirawatnya selama 32 tahun. Dalam rentang yang lama itu pun, dia tidak pernah memotong kumisnya.

Di dunia Barat sendiri, khususnya di New Orleand, Louisiana Amerika, kumis memiliki tempat di hati beberapa kalangan. Bahkan konteks kumis tidak jarang digelar untuk menunjukkan kebanggaan diri. Kontes kumis sendiri selama empat tahun terakhir terus diadakan. Wah, wah, wah, bagaimana “seramnya” kumis-kumis mereka, ya?

Saya justru heran, kenapa orang yang kumisnya tipis tidak mendapat gelar kumis terpendek? Oh, barangkali karena kumis tipis itu sudah umum, tidak istimewa. Ada juga orang yang image-nya kurang baik karena memiliki kumis tebal, panjang, plus kulitnya hitam. Kalau anak-anak kecil melihat, mereka langsung kabur, hehehe. Padahal, penampilan kadang tidak menggambarkan kepribadian. Semoga tafsir saya tidak keliru.

Tapi, by the way, kok jadi membicarakan kumis ya? Apa menariknya? Setidaknya saya ingin menyampaikan suatu hal tentang kumis yang saya harap dapat menyumbang pengetahuan baru bagi pembaca.

Kumis identik dengan orang dewasa walau kemungkinan beberapa remaja juga sudah mulai berkumis di usianya yang belia. Lihatlah anak-anak sekolah, khususnya sekolah menengah. Tidak jarang kita melihat mereka sudah berkumis. Hal itu menandakan mereka telah memasuki usia produktif untuk “berkembang biak”. Maksud saya, mereka sudah dewasa, hehehe.

Ayah saya juga berkumis. Nah, kisah kumis ayah inilah yang menginspirasi saya merangkai tulisan ini. Saya sering melihat ayah mencukur kumis dengan cermin kecil khusus yang sering beliau gunakan. Saya tidak pernah bertanya-tanya mengapa hal itu dilakukan. Bukan karena cerminnya tetapi karena keseringannya mencukur kumis. Itu pun tidak dipangkas semua. Biasanya hanya dicukur atau dirapikan agar bulu-bulu yang tumbuh di bawah hidung itu tidak melewati bibir.

Ternyata, setelah membaca literatur, saya pun menemukan jawabannya. Sebagai seorang muslim, kumis ternyata diatur juga dalam syariat. Walau tidak semasyhur jenggot, namun kumis punya aturan sendiri.

Kumis, yang notabene tanda kedewasaan, sebaiknya tidak dipanjangkan melewati bibir. Mungkin sering terlihat orang-orang berkumis yang kumisnya sampai bisa masuk ke mulutnya sendiri. Bahkan banyak yang bangga dengan kumis “belepotan”. Dalam ilmu fiqhi itu tidak baik.Pelihara kumis, potong, rapikan, jangan sampai melewati bibir, begitulah aturannya.

Ilmu agama saya termasuk minim, bahkan tidak pantas disebut ustadz. Background pengetahuan saya pun sangat jauh dan tidak bersinggungan dengan agama. Namun demikian, saya berharap apa yang saya tahu dari ilmu yang sedikit ini bisa memberikan pencerahan dan tentu berharap baik bagi kehidupan siapapun.

Nah, bagaimana penilaian Anda terhadap para pemelihara kumis? Semoga tulisan sederhana ini memberikan pencerahan. Silakan berkumis sebab saya juga berkumis. Yang penting niatnya ibadah, mengamalkan sunnah alias perintah Rasulullah, insya ALLAH berbuah banyak kebaikan.

Semoga tulisan ini tidak termasuk ekstrem apalagi disebut menggurui sebab banyak orang tidak sepakat dalam hal-hal tertentu yang bertentangan dengan kebiasaannya. Whatever, bergantung kita bagaimana membawa diri. Sebagai seorang muslim, saya yakin apapun yang diperintahkan oleh agama dan apapun yang dilarang, semua memiliki hikmahnya sendiri. Entah baik entah buruk bagi pelakunya. Saya pun mengamalkan sesuai dengan kemampuan saya.

Sebagai kesimpulan, maka tahulah saya bahwa Ayah saya telah lama mengamalkan sunnah Rasul yang mulai banyak ditinggalkan tersebut. Memotong alias merapikan kumis, misalnya. Walau saya sedikit ragu apakah Ayah tahu itu sunnah atau tidak, namun itu sudah menjadi kebanggan tersendiri bagi saya.

Semoga bermanfaat.


Categories:

0 Komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!