Bagi
saya, belajar menulis itu berarti kita belajar ngasal. Kok bisa? Ya,
karena menulis itu sebenarnya tidak butuh banyak keterampilan. Tulis dan
selesai, begitu seterusnya. Saya sering menggunakan teknik ini ketika
berada dalam kondisi bad mood untuk menulis. Apalagi kalau saya sangat ingin berkarya namun tidak punya ide yang bagus. Ya, saya menulis apa saja.
Bahkan
berkali-kali saya katakan, kalau merasa kesulitan dalam mencari ide,
cobalah sesekali menulis tentang bagaimana susahnya memulung ide
penulisan. Atau, mungkin lebih sederhana bila menulis mengenai bagaimana
sulitnya memulai menulis. Misalnya begini:
Hari ini saya ingin menulis namun saya merasa tidak memiliki banyak ide. Kalau ada ide
pun saya kadang tidak tahu dari mana memulai menuliskannya. Kata banyak
pakar penulisan, menulis itu bisa mengambil ide dari mana saja.
Kenyataannya saya tetap saja kesulitan. Beragam literatur saya baca,
dari buku-buku ringan sampai yang berat. Walau saya sadar bahwa saya
masuk kategori kelas ringan sebab timbangan saya juga ringan, hehehe.
Kok,
susah sekali ya menulis? Saya melihat banyak orang yang begitu
gampangnya menulis. Mulai dari puisi, cerpen, esai, artikel, novel,
bahkan buku. Padahal buku panduan menulis yang sering saya baca untuk memotivasi diri sudah menumpuk di rumah. Waduh, bagaimana ya solusinya?
Saya masih sering terkendala memulai, atau mengalami kebuntuan ide. Aduuuh, menulis kok repot banget…. dan
seterusnya. Kalau keluhan seperti ini dituangkan dalam bentuk tulisan,
kan bisa menjadi satu tulisan sederhana. Ini untuk menjembatani
kebuntuan ide. Kuncinya ada pada pembiasaan diri.
Saya
ingin mengulang pernyataan saya bahwa menulis itu ngasal, tidak perlu
banyak pikir apalagi banyak pertimbangan. Dalam teori-teori menulis
sering kita jumpai istilah mental block.
Nah, lawan itu dengan memaksa diri, mulai segera, jangan menunda.
Keluarkan dulu isi kepala, jangan ditahan. Lepas dan bebaskan diri dari
belenggu tersebut. Kemudian, kata Mario Teguh, lihatlah apa yang
terjadi. Trust me, it works.
Jujur,
ide tulisan ini saya tangkap ketika nongkrong di dalam kamar mandi.
Memang, menurut satu sumber penelitian, kebanyakan penulis, utamanya
laki-laki, mendapat ide-ide saat bersemedi di kamar mandi. Ini sudah
sering saya buktikan. Jadi, bohong besar kalau susah mendapat ide. Saya
catat agar tidak kabur kemudian saya tuangkan dalam tulisan ini ketika
ada waktu. Alhamdulillah, apa yang Anda baca ini hasilnya, menulis ngasal. Mungkin sederhana, tetapi sangat bermanfaat bagi proses belajar menulis saya.
Menulis
ngasal itu maknanya kita menulis apa saja. Bagaimana hasilnya itu
belakangan. Kita butuh proses. Proses untuk terampil menuangkan ide.
Saat mengalami kebuntuan ide, bisa disiasati dengan menulis apa yang
kita rasakan saat itu. Nah, itu namanya penulis yang gigih. Kehilangan
ide alias buntu, cari alternatif lain lalu tulis.
Menulis
ngasal itu ibarat terjebak macet di kota Jakarta. Kalau tidak pintar
nyalib-nyalib di koridor-koridor sempit dalam kerumunan kendaraan, wah
bisa matang kita di bawah terik matahari. Nah, kalau sudah terbiasa kan
enak, jadi bisa cepat sampai ke tujuan. Tapi tetap patuhi lalu lintas.
Mengenai bagaimana caranya, ya silakan Anda praktikkan, hehehe.
Kok
logikanya seperti itu? Entahlah. Ya namanya juga menulis ngasal, ya
terserah saya dong. Kan kita belajar ngasal. Ngasal bagaimana menyiasati
kebuntuan ide. Jadi, logika apa saja bebas digunakan. Yang terpenting
kita bisa berkarya. Sambil proses itu kita jalani, kelak bisa mahir,
insya ALLAH. Nah, kalau sudah terbiasa menulis, hambatan apapun lewat.
Simpulannya,
kalau mau belajar menulis, ngasal aja. Hal itu tidak melanggar
undang-undang kan? Majelis Ulama juga tidak mengharamkannya. Jadi
seperti bahasa, sifatnya arbitrer alias mana suka. Mau menulis ini,
silakan. Mau menulis itu, silakan. Tidak ada pasal yang menjerat penulis
pemula selama mereka tidak mencemarkan nama baik orang atau berkarya
untuk memicu konflik SARA. Begitu.
Menulis ngasal aja, tuntaskan. Tedeeeeeng, jadilah karya kita. Sederhana, bukan?
0 Komentar:
Post a Comment