Koran atau surat kabar pertama di Indonesia tampil pada pertengahan abad ke-18. Itupun diterbitkan oleh Belanda dan berbahasa Belanda. Kalau anda hadir di zaman itu, itu berarti anda semestinya harus bisa berbahasa Belanda untuk bisa membaca koran. 
Koran yang notabene digunakan sebagai media informasi, pertama kali hadir di Indonsia dengan nama Warta Berita yang konon terbit pada tahun 1901. Ngiming-ngiming, eh ngomong-ngomong kalau membahas tuntas tentang korang cukup panjang juga. Persis seperti membaca koran, panjaaaang tulisannya. Membacanya bikit kesemsem, bahkan mungkin bisa kena keram, hehehe.
Saya memiliki pengalaman indah bersama koran, hehehe. Koran itu seperti istri, melihatnya saja sudah membahagiakan, apalagi menikmatinya, eh menikmati korannya maksud saya. Tuh, kan jadi salah tulis. Pada zaman dahulu kala, saya sangat suka membaca koran. Bahkan memaksa diri berlangganan setiap bulan. Kalau membaca lead tulisan pada artikel-artikel di dalamnya, mata saya seperti mendapat suplemen menyehatkan. Hahaha, boong banget  :-)
Saya dan koran punya cerita, cerita tentang kehidupan anak-anak muda yang “gemar” menganggur. Ya kalau mau terus terang, koran itu memberi banyak efek positif dalam hidup saya. Di antaranya, koran media memulung inspirasi, baik untuk tulisan yang ingin saya buat atau sekadar menambah pengetahuan dengan beragam tema dan judul tulisan di dalamnya. Gara-gara koran, saya jadi keranjingan menulis artikel dan akhirnya bisa dimuat dan dibaca orang di koran-koran. Betapa senang dna membahagiakan kala itu.
Dari koran, berbagai informasi seperti lowongan kerja juga bisa saya peroleh. Apatah lagi dahulu itu saya belum bekerja. Maka menjadilah koran sebagai media menelusuri lowongan pekerjaan dari kantor ke kantor, dari perusahaan ke perusahaan, bahkan dari sekolah ke sekolah. Begitulah, nasib pengangguran intelektual seperti saya terkatung-katung di dalam koran. Kasing bingits, hikhikhik. Namun, jangan salah, koran juga sangat berjasa dalam keberlangsungan hidup saya di alam semesta ini. Jadi, jangan salahkan koran :-)
Coba tengok, di jalan-jalan orang sibuk menjual koran, dari penjual dan pedagang kecil di emperan kota hingga warung-warung cabe di pelosok negeri. Koran itu seperti jamur, menjamur di bumi pertiwi. Bahkan mungkin tidak terbendung. Ada yang suka membaca koran, sangat suka sampai “sakit” kalau dalam sehari tidak membaca koran. Ada juga yang biasa-biasa saja, membaca koran atau tidak ya tidak masalah, yang penting masih hidup. Bagi saya, koran itu cukup sebagai pelengkap kehidupan, minimal untuk menelusuri lowongan pekerjaan. Karena koran, saya sempat beberapa kali mendapat undangan wawancara kerja walau semua ditinggalkan. Karena koran pula, saya sempat bersedih hati ketika pertama kali mendaftar pegawai negeri dan dinyatakan tidak lulus di dalam koran. Itu rasanya gimana gitu. Walau akhirnya pada tahun berikutnya, saya pun bisa jadi pegawai negeri, horeee. Taaaaapi, akhirnya resign juga.
Hadirnya koran di tengah-tengah masyarakat setidaknya juga membantu orang-orang untuk bekerja. Banyangkan saudara-saudara, penjual koran tuh banyak sekali di negeri ini. Dari pemuda samapi kakek-kakek. Nah, pernah melihat ornag jual koran tapi sudah tua? Itu mah sering saya dapatkan. Itu orang tua bertanggung jawab namanya. Bandingkan dengan banyak remaja dan pemuda, yang menjual koran pun malu-malu. Remaja dna pemuda kini, kalau jual koran bilangnya gengsi, pas ngamen bilangnya keren. Apa kata dunia?
Anda bisa telusuri koran yang setiap hari terbit. Beragam informasi dapat kita peroleh dengan mudah, bahkan hanya membuaka lembaran demi lembaran dengan harta relatif mudah. Koran itu gundukan ilmu juga, walau tidak setenar Alquran. Rajin membaca koran tapi jangan lupa baca Alquran. Logikanya, menambah pengetahuan harus senantiasa berkorelasi antara akhirat dan dunia. Mengapa? Ya karena banyak yang suka dan gemar membaca koran tapi tak bisa baca Alquran. Itu kan dungu namanya. Gelar akademik tinggi, eh ngeja huruf Hijaiyah tidak bisa. Ke mana saja, Om?
Begitulah, gara-gara koran.
Baca koran jangan lupa baca Alquran. Nyari sumber ilmu dalam koran, jangan lupa ilmu dalam Alquran. Nyari lowongan, ya nyari di koran tidak masalah yang penting jangan lupa minta kepada Allah. Nah, kalau belajar menulis, bisa tuh nyari inspirasi melalui koran, seperti tulisan cerewet ini, hehe. Semua gara-gara koran. Anda suka koran?
Categories:

0 Komentar:

Post a Comment

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!